Sejarah Rokok dan Dampak Negatifnya

Rokok memang bukan hal yang asing lagi. Mulai dari yang muda sampai yang tua sama-sama mengkonsumsinya. Namun, akhir-akhir ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa bahwa rokok adalah barang haram. Hukum haram itu ditujukan untuk wanita hamil dan anak-anak karena mudaratnya akan lebih besar untuk mereka karena bisa mempegaruhi janin dan masa pertumbuhan anak. Bukan cuma itu, sebenarnya untuk laki-laki dewasa juga ada dampaknya, tapi tidak sebegitu besar jadi hanya makruh saja hukum yang dilontarkan.

Rokok berasal dari Amerika. Konon setelah Amerika merdeka banyak orang Eropa yang berkunjung ke sana, sekedar untuk melihat perkembangan hidup warga Amerika tampaknya mengadung simpatik yang begitu besar bagi bangsa Eropa, tak terkecuali dalam hal rokok. Tanpa disadari bangsa Eropa lama kelamaan pun mengikuti tradisi ini. Bahkan setelah dari Amerika banyak dari mereka yang membawa bibit tembakau untuk dibawa ke Eropa dan ditanam.

Awalnya, masyarakat tidak menyambut hangat kedatangan rokok dalam kehidupan mereka. Tapi setelah lama dirasa merokok memberi inspirasi dan mengandung hal yang positif, seperti bisa menghilangkan kejenuhan, akhinya rokok disambut halus di kalangan bangsa Eropa. Bahkan rokok mejadi kebutuhan primer bagi kalangan bangsa Eropa.

Tahun demi tahun kebiasaan merokok secara koperhensif ditiru oleh beberapa negara di Asia. Kejadian awalnya juga sama, tidak disambut halus pemerintah diberbagai negara, namun setelah banyak dari warganya yang mengkomsumsi lama-kelamaan rokok disambut antusias oleh masyarakat Asia. Setelah, tahun berganti tahun, bulan berganti bulan, hari berganti hari, akhirnya rokok masuk ke Indonesia dan menjamur di Indonesia. Negara yang kaya akan hasi bumi ini akhirnya tepengaruh kebiasaan bangsa Eropa, bahkan menjadi salah satu negara penanam tembako di dunia.

Indonesia sendiri menjadi negara pengahasil rokok yang lumayan besar di dunia. Karena masyarakatnya yang banyak mengkomsusi rokok. Dan Kebanyakan para pekerja di pabrik rokok mayoritas adalah perempuan atau ibu-ibu rumah tangga.

Rokok juga telah membantu negara dalam pemasukkan devisa. Pasalanya rokok telah memberi pemasukkan sekitar 4,17 miliar, dan membantu meringankan beban negara. Dengan mengurangi angka pengangguran. Rokok sangat berperan besar dalam masalah ini dan telah menciptakan lapangan kerja.

Dampak Negatif Rokok

Mengenai hukum rokok, kita sangatlah sulit menerapkan fatwanya. Apalagi lagi jika ditambah dengan perannya yang membingungkan umat manusia. Kenapa tidak, disatu sisi bermanfaat karena membantu mengatasi menagatasi pengangguran. Namun di sisi lain mengakibatkan kematian pada si perokok pasif maupun aktif. Maka tidak heran kalau rokok diibaratkan pisau yang bermata dua yang punya nikmat dan mudarat.

Dilihat dari dampak negatinya, bahaya rokok memang sangatlah besar. Menurut riset penelitian, setiap tahunnya akan ada kematian dari para perokok. Setiap kali perokok mengepulkan asa rokok, kepulan asap itu mengandung nikotin yang sangat banyak di udaara. Dari itulah rokok membayakan orang-orang disekitarnya yang secara tidak sengaja akan mengirupnya dan menjadi perokok pasif.

Melalui Kitab Rokok; Bacaan bagi Pecandu dan Pembenci ini penulisnya menjabarkan tentang nikmat dan mudaratnya merokok. Dahulu kala merokok menjadi kebiasaan para kiai dan para santrinya, maka tidak heran sampai sekarang rokok tetap membudaya dan terjaga keasliannya. Fatwa rokok memang sudah melengket di kalangan pesantren.

Ketika kita berkunjung ke rumah kiai pasti merokok sudah menjadi kebiasaan mereka, seperti yang telah dilakukan oleh pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur. Setiap kali para santri bersilahturahmi ke rumah kiai pastilah rokok yang disuguhkan.

Rokok memang sudah menjadi kebiasaan secara turun temurun yang hingga sekarang. Walau bagai pisau yang bermata dua, namun keberadaannya sangatlah menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat.

Menyikapi hukum rokok kita kembalikan kepada diri kita sendiri, pasalnya tidak sedikit ulama yang menghalalkan dan ada mengharamkan rokok. Jika menelaah nikmat dan mudaratnya saya kira tidak akan habisnya kita kaji. Maka penulis menganjurkan agar berhati-hati dalam menghukumi rokok.

Menurut penulis tentang fatwa bahaya merokok sudah jelas dan diperingatkan di setiap bungkusan rokok sudah tertulis kalau merokok itu mengakibatkan gangguan kehamilan, impotensi, kanker, dan janin. Rokok merupakan hal yang absurd di dalam relaitas kehidupan, yang mengandung berkah, karomah dan juga musibah.

Dalam pemahaman tentang hukum rokok, karya Muhyammad Yunus BS itu sangatlah menarik untuk dikaji. Dan disertai pendapat ulama-ulama besar tentang fatwa hukum merokok yang selam ini masih mengundang kontroversial khalyak umum. Selain mudah dipahami, buku setebal 104 ini juga akan membantu anda dalam memahami fatwa hukum rokok. Semoga!

Sumber Rujukan:
Muhammad Yunus BS. (2009). "Kitab Rokok; Bacaan bagi Pecandu dan Pembenci". Kutub.


Baca Selengkapnya......

Fatwa untuk Kopi dan Rokok

Salah satu hasil konsensus Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (KF-MUI) di Padang Panjang, Sumatera Barat, akhir Januari 2009 lalu adalah fatwa tentang hukum haramnya merokok bagi anak-anak, wanita hamil, dan pengurus MUI sendiri. Pro-kontra menyelimuti fatwa kontriversial tersebut, terlebih daerah yang menjadi tempat tembakau berkembang biak dan tempat di mana perusahan rokok berdiri.

Di balik pro-kontra tersebut, ada fakta yang unik, ternyata sebagian ulama/kiai dalam MUI sendiri, dulunya adalah para pecandu berat rokok. Bahkan, kopi dan rokok masih menjadi ”menu utama” di berbagai pesantren di Jawa. Setiap sowan di rumah kiai, pastilah kopi dan rokok menjadi ”menu utama” sang kiai. Tanpa kopi dan rokok, mengaji dan belajar terasa hambar dan kurang sreg, serta inspirasi berkarya terasa tumpul. Inilah realitas di balik bilik pesantren di Jawa. Walaupun tidak semua, tetapi mayoritas mengakui demikian adanya.

Terlepas dari status fatwa yang masih kontroversi sekarang, menarik kita menengok karya klasik Syaikh Ihsan Jampes yang berjudul Kitab Kopi dan Rokok. Buku ini berjudul asli Irsyadu al-Ikhwan fi Bayani al-Hukm al-Qohwah wa al-Dhukhon. Sepertinya hingga kini, karya Syeikh Ikhsan ini menjadi satu-satunya buku yang memuat seluk-beluk kopi dan rokok, mulai dari sejarahnya hingga polemik tentang hukum mengonsumsinya.

Syeikh Ihsan sendiri adalah kiai asal Jampes, Kediri, Jawa Timur, yang reputasi keilmuannya diakui secara internasional. Karya-karya tersebar luas, bahkan karyanya berjudul Siraj al-Thalibin yang menjelaskan kitabnya al-Ghazali mendapatkan pujian luas dari ulama Timur Tengah. Bahkan, menjadi referensi utama para mahasiswa di Mesir. Kiai yang wafat tahun 1952 di usia 51 tahun itu dikenal sebagai petualang yang haus ilmu.

Belajar dari pesantren menuju pesantren lainnya. Tak pelak, kiai di jamannya kemudian memanggilnya dengan sebutan ”syeikh”. Sebutan bagi kiai yang mencapai derajat keilmuan yang tinggi dan integritas personal yang disegani.

Karya ini memang dipersembahkan penulis untuk menjawab beragam persoalan yang melilit kaum pesantren ihwal rokok dan kopi. Karya yang disusun dengan gaya nadham (syair/puisi) dan syarah (tafsir) tergolong unik bagi kalangan pesantren. Unik karena Syeikh Ikhsan tidak hanya menjelaskan status hukum kopi dan rokok yang memang kontroversial. Tetapi juga sejarah asal-musalnya serta perkembangannya di Timur Tengah, Eropa, Amerika, bahkan sampai di Indonesia. Ini tidak biasa bagi kalangan kiai. Karena biasanya kitab-kitab kiai pesantren lebih menekankan pembahasan ihwal status hukum fikihnya. Kemampuan Syeikh Ikhsan ini memang diakui, karena selain membaca kitab kuning, ia juga dikenal membaca berbagai majalah dan koran ketika masih muda.

Dengan bahasa yang renyah, Syeikh Ikhsan menjelaskan bahwa masyarakat Arab mengenal rokok dengan istilah al-Dhukhon, al-Tabgh, al-Tuun, dan Al-Tinbak. Nama itu sudah umum, sedangkan dalam istilah kedokteran, dikenal dengan istilah banbujjir. Secara historis, penulis menjelaskan bahwa tembakau (al-Tabghu) adalah tanaman lokal pada suatau daerah bernama Tobago–suatu negeri di wilayah Meksiko, Amerika Utara. Karena tertarik, datanglah orang Eropa di Tobago, dan orang Eropa meniru kebiasan merokok orang Tobago.

Karena merasa asyik dan nikmat dengan merokok, pada 1560 M (977 H), Yohana Pailot dari Vunisia mengunjungi Raja Alburqonal dari Panama, Amerika. Dia tidak sekedar berkunjung, tetapi juga memboyong bibit tembakau ke negerinya dan kemudian disebarluaskan ke Eropa secara massif. Dan orang Eropa menyebarkannya kepada seluruh dunia lewat proyek kolonialisasinya. Sementara, kopi dikenal dan dikonsumsi masyarakat Arab setelah dua generasi hijrah kenabian. Pada 1600 M (1017 H), kopi dibawa ke negeri-negeri Eropa dan kemudian disebarluaskan orang Eropa kepada seluruh penjuru dunia. (halaman 14-16)

Syeikh Ikhsan juga menjelaskan status hukumnya. Mengonsumsi kopi dan rokoh, sudah menjadi kontroversi ulama sejak abad ke-10 H. Dalam soal kopi, ulama yang mengharamkan kopi melihat bahwa di dalam kopi terdapat madhorot (kerusakan) kalau kita mengonsumsinya. Pendapat ini didukung Syeikh Abtawi dari Syria, Syeikh Ibnu Sulton, dan Syeikh al-Syanbathi dari Mesir. Sementara, yang memperbolehkan kopi berpendapat bahwa kopi bisa menyegarkan, meringankan pikiran, dan membangkitkan semangat tetap terjaga sampai waktu yang lama untuk beribadah. Pendapat ini didukung Imam al-Ramli, Najm al-Ghazi, dan Ibn Hajar al-Haitami. (halaman 22-24)

Demikian juga tentang rokok. Ulama yang mengharamkan rokok berpendapat bahwa rokok merusak kesehatan, menyebabkan orang mabuk, tidak berkesadaran, baunya tidak disenangi orang lain, dan dipandang sebagai pemborosan (isyrof). Intinya, rokok membawa madhorot yang bisa menghalangi ibadah. Pendapat ini dipegang oleh al-Qolyubi, al-Laqqani, al-Bujairomi, dan al-Syaranbila. (halaman 48-49)

Sedangkan yang memperbolehkan mengatakan bahwa rokok tidak najis, atau menghilangkan kesadaran. Bahkan, rokok memberikan semangat baru dalam menjalani kehidupan. Bagi kelompok ini, sangat omong kosong mereka mengatakan rokok haram, baik zatnya, atau dengan mengkonsumsinya. Merokok adalah mubah (boleh). Pendapat ini disokong al-Ghani al-Nabilisi, al-Syabromalis, al-Sulthan, dan al-Barmawi (halaman. 54). Pendapat masyhur mengatakan bahwa merokok adalah makruh. Pendapat masyhur ini didukung al-Bajuri dan al-Syarqowi (halaman 80). Ada juga yang mengatakan merokok boleh saja tetapi hukum makruh tetap menyertainya. Ini pendapat al-Said Babasil dan Ibn Musa al-Nasawi (halaman 83)

Sedangkan di bab terakhir dijelaskan bahwa air yang terkena asap rokok tetaplah masih suci. Selain itu, merokok juga tidak membatalkan puasa seseorang, asalkan asapnya tidak ditelan melewati tenggorokan. Juga diperbolehkan merokok di masjid, walaupun juga ada ulama yang menetapkan status makruh hukumnya, juga ada yang mengharamkan, tetapi dianggap lemah (dho’if).

Semua status hukum yang dijelaskan dalam buku ini tergantung atas illatu al-ahkam (alasan penjatuhan status hukum) dari berbagai kasus yang ada. Baik yang mengharamkan dan mengharamkan selalu menyertai illat (alasan) hukumnya. Berarti, kalau illat itu tidak ada, sangat mungkin hukumnya akan relatif semua. Walaupun ulama yang mengharamkan tetap berkelit dengan berbagai argumentasi rasionalnya.

Terlepas dari itu semua, Syeikh Ikhsan menyajikan buku ini dengan proporsional. Memberikan pilihan bebas kepada pembaca untuk menjatuhkan pilihannya. Penulis, walaupun seorang kiai besar, tidak terkesan menggurui. Justru memberikan celah perdebatan lanjut untuk pengamat berikutnya. Inilah sikap demokratik seorang kiai yang memberikan kebebasan berpendapat kepada santrinya. Dan, buku ini mencerminkan itu semua.

Dalam konteks ini, buku Syeikh Ikhsan ini hadir tepat waktunya. Ketika masyarakat masih bingung menentukan status hukum dari fatwa MUI. Penjelasan panjang lebar yang dikemukakan menjadi catatan penting bagi pengkaji hukum Islam, khususnya para ”pejabat resmi” lembaga fatwa agar fatwa-fatwa yang lahir nanti membawa dampak produktif bagi masyarakat. Bukannya menimbulkan gejolak, kontroversi, dan bahkan sikap apatis terhadap lembaga fatwa dan para ulamanya.

Fatwa Syeikh Ikhsan Jampes dalam buku ini menjadi alarm dalam ”fatwa resmi” yang terkesan ”otoriter” atas kuasa makna. Fatwa seharusnya otoritatif dan memberi implikasi kemaslahatan bagi semua.

Sumber rujukan:
Syaikh Ihsan. (2009). "Kitab Kopi dan Rokok". Yogyakarta, Pustaka Pesantren

Baca Selengkapnya......
Template by : kendhin